Oleh : Fatimahhakki Salsabela M.
Sudah terlalu sering pekerja/buruh melakukan unjukrasa dalam jumlah besar. Ribuan buruh unjukrasa, turun ke jalan menuntut hak-haknya selaku pekerja. Secara psikologi hal ini sangat wajar, manusiawi dan ingat dalam bahasa Indonesia selalu ditulis hak dan kewajiban, bukan kewajiban dan hak maka pekerja/buruh menuntut haknya adalah tindakan yang benar dan diamanatkan UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Hak pekerja/buruh berupa gaji/upah untuk memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan dapat meningkatkan kesejahteraannya. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara 2013 ditetapkan Rp. 1.305.000,- atau mengalami kenaikan Rp. 105.000,- dari UMP 2012 Rp, 1.200.000,- Hal ini dijelaskan Plt. Gubsu Gatot Pujo Nugroho didampingi Sekdaprov Nurdin Lubis serta Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumut, Bukit Tambunan, Sabtu 21 Oktober 2012 (Harian Analisa, Senin 22 Oktober 2012, Headline halaman pertama)
Angka UMP ini menurut Plt. Gubsu berdasarkan komponen KHL maka ditetapkan nilai Upah Minimum Regional (UMR) Sumatera Utara. Dari hasil survei diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Keppres Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, Permen Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak yang digunakan untuk kebutuhan hidup seorang pekerja lajang (belum menikah) dan masa kerja di perusahaan 0 sampai dengan 12 bulan atau 1 tahun serta untuk jabatan yang paling rendah.
Pelaksanaan dari UMP
"Mengapa Harus Bicara Upah Minimum" judul tulisan yang penulis tulis. Dari judul tentunya muncul pertanyaan, mengapa tidak bicara upah maksimum, sebab bila ada minimum pasti ada maksimum. Memang untuk memperoleh angka maksimum harus ada dahulu angka minimum. Artinya, upah minimum atau upah yang paling rendah itu berapa dan tidak boleh upah dibawah angka minimum yang telah ditetapkan.
Sederhana dan gampang dipahami oleh semua pihak. Begitu tegas dan lugas berita Headline harian Analisa Medan tentang UMP Sumatera Utara pada 1 Januari 2013 mendatang. Namun, mengapa masih saja terjadi unjukrasa buruh/pekerja tentang UMP dan tuntutan upah dari para pekerja/buruh.
Kondisi ini disebabkan pelaksana dari UMP itu ternyata tidak sesederhana dan segampang yang dipahami. Fakta di lapangan terus terjadi pelanggaran. Namun, setiap tahun Menakertrans selalu mengatakan akan menindak. Mana yang sudah ditindak sampai hari ini belum ada beritanya di suratkabar. Wajar saja jika buruh/pekerja turun ke jalan, berunjukrasa menuntut haknya dan merasa dirugikan. Boleh jadi bila penerapannya bagus, kecil kemungkinan terjadi unjukrasa.
Penulis yang belum lama ini melakukan survai/penelitian tentang hak dan kewajiban buruh pabrik di daerah Medan – Belawan terungkap bahwa UMP yang begitu tegas, lugas, mudah dimengerti, dipahami akan tetapi banyak dilanggar. Berdasarkan hasil survai/penelitian itu terungkap pelanggaran UMP sebagai berikut:
Pertama, masih banyak buruh/pekerja yang menerima gaji/upah di bawah UMP yang telah ditetapkan pemerintah. Kedua, masih banyak buruh/pekerja yang menerima UMP meskipun telah bekerja di atas satu tahun dan bahkan ada yang sudah lima tahun. Ketiga, masih banyak pekerja/buruh yang bukan (tidak) lajang lagi akan tetapi menerima gaji/upah UMP. Keempat, perbedaan nilai UMP dengan pekerja/buruh pada jabatan paling rendah dengan jabatan diatasnya hanya berbeda sangat tipis. Misalnya pekerja/buruh yang jabatannya paling rendah menerima UMP dan yang diatasnya naik sekitar Rp. 10.000,- dan begitu seterusnya.
Dari empat pelanggaran tentang UMP ini, ternyata pelanggaran pertama, kedua dan ketiga tidak bisa ditolerir dan pelanggaran keempat sifatnya menyiasati peraturan. Artinya secara peraturan UMP telah dilaksanakannya akan tetapi memanfaatkan kelemahan dari peraturan yang ada.
Pemerintah Tidak Tegas
Mengapa harus bicara upah minimum pada dasarnya baik sebab agar ada batasan minimum hak dari pekerja/buruh. Baru selanjutnya bicara maksimum, sebab angka maksimum tidak dibatasi akan tetapi angka minimum harus jelas, tegas dan ada.
Hal inilah dasar untuk menuntut hak para pekerja/buruh dan secara psikologi pekerja/buruh memiliki kepastian dalam bekerja dan bila ada kepastian maka dalam bekerja akan tenang, nyaman dan bila hal ini telah dirasakan maka produktifitas pekerja akan muncul. Bila produktifitas pekerja/buruh telah muncul maka produksi meningkat dan bila produksi meningkat maka perusahaan akan maju, berkembang.
Sangat baik adanya UMP itu. Namun, faktanya masih banyak perusahaan yang tidak memerhatikannya. Pada hal Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sudah cukup jelas dan tegas bahwa pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan UMP dianggap pelaku kejahatan dengan ancaman sanksi penjara dari satu hingga empat tahun dan denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta.
Sayangnya pemerintah sebagai pengawas dalam hal pelaksanaan UMP tidak (belum) tegas karena suka berkolusi dengan pihak pengusaha. Seharusnya tidak begitu sebab pejabat Disnaker itu gajinya dari keringat buruh/pekerja yang membayar pajak penghasilannya sebagai buruh/pekerja.***
Penulis adalah pengamat psikologi masyarakat, mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Medan Area.
Sumber: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/11/07/85968/mengapa_harus_bicara_upah_minimum/
Sudah terlalu sering pekerja/buruh melakukan unjukrasa dalam jumlah besar. Ribuan buruh unjukrasa, turun ke jalan menuntut hak-haknya selaku pekerja. Secara psikologi hal ini sangat wajar, manusiawi dan ingat dalam bahasa Indonesia selalu ditulis hak dan kewajiban, bukan kewajiban dan hak maka pekerja/buruh menuntut haknya adalah tindakan yang benar dan diamanatkan UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Hak pekerja/buruh berupa gaji/upah untuk memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan dapat meningkatkan kesejahteraannya. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara 2013 ditetapkan Rp. 1.305.000,- atau mengalami kenaikan Rp. 105.000,- dari UMP 2012 Rp, 1.200.000,- Hal ini dijelaskan Plt. Gubsu Gatot Pujo Nugroho didampingi Sekdaprov Nurdin Lubis serta Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumut, Bukit Tambunan, Sabtu 21 Oktober 2012 (Harian Analisa, Senin 22 Oktober 2012, Headline halaman pertama)
Angka UMP ini menurut Plt. Gubsu berdasarkan komponen KHL maka ditetapkan nilai Upah Minimum Regional (UMR) Sumatera Utara. Dari hasil survei diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Keppres Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, Permen Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak yang digunakan untuk kebutuhan hidup seorang pekerja lajang (belum menikah) dan masa kerja di perusahaan 0 sampai dengan 12 bulan atau 1 tahun serta untuk jabatan yang paling rendah.
Pelaksanaan dari UMP
"Mengapa Harus Bicara Upah Minimum" judul tulisan yang penulis tulis. Dari judul tentunya muncul pertanyaan, mengapa tidak bicara upah maksimum, sebab bila ada minimum pasti ada maksimum. Memang untuk memperoleh angka maksimum harus ada dahulu angka minimum. Artinya, upah minimum atau upah yang paling rendah itu berapa dan tidak boleh upah dibawah angka minimum yang telah ditetapkan.
Sederhana dan gampang dipahami oleh semua pihak. Begitu tegas dan lugas berita Headline harian Analisa Medan tentang UMP Sumatera Utara pada 1 Januari 2013 mendatang. Namun, mengapa masih saja terjadi unjukrasa buruh/pekerja tentang UMP dan tuntutan upah dari para pekerja/buruh.
Kondisi ini disebabkan pelaksana dari UMP itu ternyata tidak sesederhana dan segampang yang dipahami. Fakta di lapangan terus terjadi pelanggaran. Namun, setiap tahun Menakertrans selalu mengatakan akan menindak. Mana yang sudah ditindak sampai hari ini belum ada beritanya di suratkabar. Wajar saja jika buruh/pekerja turun ke jalan, berunjukrasa menuntut haknya dan merasa dirugikan. Boleh jadi bila penerapannya bagus, kecil kemungkinan terjadi unjukrasa.
Penulis yang belum lama ini melakukan survai/penelitian tentang hak dan kewajiban buruh pabrik di daerah Medan – Belawan terungkap bahwa UMP yang begitu tegas, lugas, mudah dimengerti, dipahami akan tetapi banyak dilanggar. Berdasarkan hasil survai/penelitian itu terungkap pelanggaran UMP sebagai berikut:
Pertama, masih banyak buruh/pekerja yang menerima gaji/upah di bawah UMP yang telah ditetapkan pemerintah. Kedua, masih banyak buruh/pekerja yang menerima UMP meskipun telah bekerja di atas satu tahun dan bahkan ada yang sudah lima tahun. Ketiga, masih banyak pekerja/buruh yang bukan (tidak) lajang lagi akan tetapi menerima gaji/upah UMP. Keempat, perbedaan nilai UMP dengan pekerja/buruh pada jabatan paling rendah dengan jabatan diatasnya hanya berbeda sangat tipis. Misalnya pekerja/buruh yang jabatannya paling rendah menerima UMP dan yang diatasnya naik sekitar Rp. 10.000,- dan begitu seterusnya.
Dari empat pelanggaran tentang UMP ini, ternyata pelanggaran pertama, kedua dan ketiga tidak bisa ditolerir dan pelanggaran keempat sifatnya menyiasati peraturan. Artinya secara peraturan UMP telah dilaksanakannya akan tetapi memanfaatkan kelemahan dari peraturan yang ada.
Pemerintah Tidak Tegas
Mengapa harus bicara upah minimum pada dasarnya baik sebab agar ada batasan minimum hak dari pekerja/buruh. Baru selanjutnya bicara maksimum, sebab angka maksimum tidak dibatasi akan tetapi angka minimum harus jelas, tegas dan ada.
Hal inilah dasar untuk menuntut hak para pekerja/buruh dan secara psikologi pekerja/buruh memiliki kepastian dalam bekerja dan bila ada kepastian maka dalam bekerja akan tenang, nyaman dan bila hal ini telah dirasakan maka produktifitas pekerja akan muncul. Bila produktifitas pekerja/buruh telah muncul maka produksi meningkat dan bila produksi meningkat maka perusahaan akan maju, berkembang.
Sangat baik adanya UMP itu. Namun, faktanya masih banyak perusahaan yang tidak memerhatikannya. Pada hal Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sudah cukup jelas dan tegas bahwa pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan UMP dianggap pelaku kejahatan dengan ancaman sanksi penjara dari satu hingga empat tahun dan denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta.
Sayangnya pemerintah sebagai pengawas dalam hal pelaksanaan UMP tidak (belum) tegas karena suka berkolusi dengan pihak pengusaha. Seharusnya tidak begitu sebab pejabat Disnaker itu gajinya dari keringat buruh/pekerja yang membayar pajak penghasilannya sebagai buruh/pekerja.***
Penulis adalah pengamat psikologi masyarakat, mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Medan Area.
Sumber: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/11/07/85968/mengapa_harus_bicara_upah_minimum/